Kamis, 22 Mei 2008

Aku Memang Harus Memilikimu

Suatu ketika, dalam sebuah pengajian. Seorang Syaikh membagikan terjemahan Al Qur'an lux dari kerajaan Saudi Arabia. Hanya untuk murobbiyah[1], persediaan terbatas!!! Begitu kata panitia… karena Suci juga murobbiyah, maka ia juga dapat jatah, "Alhamdulillah…" sambutnya

Sejenak Suci berpikir, "terjemahan Al Qur'an, wah…di rumah kan ada, banyak malah, lebih banyak dari jumlah orang di rumah" ia pun urung untuk ikutan ambil jatah, "biar buat yang lain aja, kasian kalo ada yang tidak kebagian" ia pun berlalu dari pikirannya sendiri

Majelis dimulai, seorang temannya yang baru saja datang dari antrean ngambil jatah, duduk di sampingnya.

"Ngga ngambil Ci?"

Suci menggeleng

"Kenapa?"

"Udah punya Mbak" jawab Suci sekenanya

"Apa-apa tuh dilihat dulu Neng, jangan langsung ditolak, bagus lho, sampulnya hijau" ujarnya mengiming-iming Suci.

Suci hanya tersenyum sambil menatap terjemahan milik temannya. Ada sedikit rasa membenarkan dalam hatinya, namun segera ia tepis, ia ingin mensucikan niatnya, sesuci namanya.

"Emang lamaran, dilihat dulu baru ditolak! di mana-mana terjemahan ya sama, mau hijau kek, merah kek, kan sampulnya aja yang beda, isinya juga sama, Qur'an." lirih Suci, mencari perlindungan atas sikapnya.

Mendengar alasan Suci, temannya hanya bisa diam, sambil mengangkat bahu.

Suci pun kembali tenggelam dalam samudera ilmu Sang Syaikh, setelah diinterupsi temannya tadi…

Majelis usai, dan Suci pun melupakan terjemahan Al Qur'an bersampul hijau itu.

Beberapa pekan berselang, Suci kembali menghadiri sebuah majelis, tapi kali ini beda. Pematerinya bukan Syaikh. Majelis ini adalah penataran khusus, semacam pembekalan buat murobbiyah, ada tips dan trik membawakan materi, praktek langsung berceramah, dan lain-lain yang merangsang adrenalin. Ia pun mengikutinya dengan seksama, biar tidak salah konsep, "bahaya" ini kan mau disampaikan sama orang lain, kalau salah bisa kacau, tanggung jawab dunia akhirat…

Ada yang menarik hati Suci di majelis ini. Di akhir acara, panitia mengadakan evaluasi. Semua peserta wajib ikut, tak terkecuali dirinya. Peserta diminta menjawab sejumlah pertanyaan dan akan dinilai. Tiga peserta dengan jawaban terbaik, akan diberi kenang-kenangan oleh panitia.

Umumnya peserta sangat antusias mengikuti evaluasi. Mereka ingin mengetahui sampai di mana kemampuannya menelaah materi, langsung di evaluasi pada hari yang sama, tanpa pemberitahuan sebelumnya. Namun tak sedikit pula di antara mereka yang asal-asalan saja, yang penting ikut. Suci merasa pertanyaan yang diberikan panitia cukup mudah, tetapi ia tetap saja was-was, khawatir kalau sampai jawabannya salah. Maklumlah, ia memang seorang yang selalu ambisius dengan ilmu, apalagi yang berbau kompetisi.

"Pengumuman" suara panitia mengheningkan majelis yang memang sudah gaduh...

Entah kenapa jantung Suci serasa berdegup lebih kencang, jiwa ambisiusnya tak mampu ia redam, meski ia sadar, peserta di sini ada ratusan orang, dan tentu mereka bukan orang sembarangan.

"Juara III, Ukhti Syiima Amaliah

"Juara II, Ukhti Aryna Astuti

"dan... yang menjadi peserta terbaik kita hari ini adalah... Ukhti Suci Fitrayanti..."

Serta merta seisi ruangan kembali gaduh, para peserta melantunkan kalimat takbir, atas apa yang baru saja mereka dengar.

Suci masih tertegun tidak percaya. "Wah, tak disangka ternyata aku jadi juara, winner lagi. Subhanallah, betapa senangnya" batinnya bergumam sendiri. "Jadi juara dikampus mah biasa…karena memang tiap hari itu-itu juga yang dipelajari. Tapi kalo ilmu agama, Masya Allah… sungguh sebuah anugerah, menjadi pemenang evaluasi yang mengalahkan ratusan peserta dalam majelis ini." Ia tak henti-hentinya memuji Kebesaran Allah, karena merasa ketiban Rahmat dan Barakah Ilmu.

"Bingkisannya gede banget" sambutnya ketika panitia mulai membagi-bagikan hadiah. Maklumlah, biasanya acara seperti ini, pemenang hanya dapat buku-buku saku. Meski begitu, isinya juga menarik, buah tangan penulis-penulis ternama.

Ketika hadiah itu telah berada di tangannya, rasanya ia sudah bisa nebak apa isinya. "Sepertinya terjemahan Al Qur'an deh…" ujarnya senang. Karena penasaran, ia pun segera membuka bingkisan itu. Dan… benaaar!!! Ternyata isinya terjemahan Al Qur'an. Yang membuat Suci tertegun cukup lama, karena terjemahan itu bersampul hijau, terjemahan yang sama dengan yang dibagikan Syaikh beberapa waktu lalu.

Subhanallah…tak terasa air matanya mengalir.

"Rabb, sungguh… apa yang kau tetapkan jadi milikku tak akan pernah jadi milik orang lain. Aku semakin yakin dengan kebesaran-Mu, aku tak perlu gusar dengan rezki-Mu, karena jika sesuatu itu hadir di bumi untukku, maka aku tidak akan mati sebelum memilikinya." Gumamnya berurai airmata.

Hari ini Suci pulang dengan membawa banyak hadiah. Hadiah benda, berupa terjemahan Al Qur'an. Juga hadiah ilmu, berupa kesadaran utuh, contoh nyata tentang bagian rezki manusia di dunia. Suci mendekap terjemahan Al Qur'an itu, "aku memang harus memilikimu…"

Makassar, 17 Mei 2008

Alya Khairunnisa

Episode: Syukur

Sepenggal Kisah Klasik


[1] Pengisi materi pada kelompok kajian islam

3 komentar:

anaklc mengatakan...

Asslm. ceritanya bagus K, tapi mikir lain2 ka pas baca judulnya... mikir masa depan ternyata... tentang 'terjemahan quran" tapi sebenarnya maksudnya sama az.... intinya klo sdh jodph takkan kemana. takkan lari gunung di kejar.
k' lanjutkan az nulisnya ... kapan2 saya kunjungi lg blog ta
Lilin

ekajie mengatakan...

assalamu 'alaikum...
akhirnya bisa juga bicara disini meski harus buat account baru di blogger.
1. fotonya nyaris mirip aslinya. hehe
2. ceritanya aku kenal banget kejaddiannya.
3. layoutnya alhamdulillah.tinggal dipermanis

lin....jangan lupa silaturahim ke rumah mungil yang belum selesai dibangun yaa.
http://mozaik9.multiply.com

riswawan ibrahim mengatakan...

Askum...

Prof. Lin mksh udah gbung di blogku. Sy tunggu tulisannya.
Bagi2 tipsx biar sy juga pintar merangkai kata menulis di blog.

Fotox kykx lebih ctik aslinya deh...