Coretan di 30 Desember 2007
Saya tidak pernah menyebut, lebih tepatnya tidak sepakat menyebut suatu periode angka tahun adalah kegelapan. Bagiku setiap manusia, bahagia dan sengsara tergantung pada sikapnya. Memandang setiap takdir sebagai rahmat, ujian, atau mungkin bencana.
Tahun ini, jika dibentang lembaran takdir yang telah kulewati, mungkin yang terlihat hanya gelap. Tapi nuraniku mengelak, betapa pun sakitnya pasti pernah bahagia, meski hanya beberapa saat saja. Neraca takdir bagiku memang selalu adil.
Jika dalam tulisan ini hanya ada mendung, maka sepertinya aku menulisnya dalam badai. Hati yang sedikit terluka dan jasad yang sedikit lelah.
Tahun ini adalah cadas. Berkali-kali aku diamuk badai, sekali-kali aku diantar ke tepian, warna duniaku begitu gelap. Sedikit saja yang aku inginkan, tenang… tapi rasa tenang itu tak jua bisa ku reguk… kendati telah kuretas gelombang asaku menjadi serpihan riak riak kecil… namun tetap saja ricuh…hati serasa penuh gelombang, alam boleh sunyi, tapi mengapa hatiku tak kunjung sunyi…sunyi dari perdebatan manakah yang benar? Mengapa harus begini?
Terkadang aku harus sadar, ini adalah takdirku…aku tidak hendak menuntut kepada Allah, karena rasaku tak pernah mengelak, rasa sakit ini hanya di beberapa sisi kehidupanku, bukan seluruhnya…
Gresik, 30 Desember 2007
Dunia ini adalah penjara bagi orang-orang mu’min… Bersabarlah…
Desember…
Palu sidang sudah diketuk
Takdir telah terbentang
Yang tersisa hanya senyum kepedihan
Layu membaca pesan penghabisan
Memilih untuk tidak memilih, harus jadi pilihan
Desember kedua menjelang…
Tanpa pernah memilih
Takdir melesat pasti
Mengantar pada kisi doa yang sempat tersisih
Jogjakarta, 5 Desember 2008, 16:54
Senin, 07 Desember 2009
Langganan:
Postingan (Atom)